PKB

Jangan Jadi Partai Durhaka


BOCAH perempuan itu sungguh ceria. Berkulit putih bersih, matanya memancarkan sinar berbinar-binar pada setiap orang yang memegang pipinya yang menggemaskan. Kendati berbasuh peluh di tengah hiruk pikuk ribuan massa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Malica Aurora Madhura tak rewel dalam pangkuan ayahnya, Dhohir Fariz.
Ibunya, Zannuba Arifah Chafsoh Rahman Wahid yang akrab disapa Yenny Wahid, hari itu Sabtu 26 Desember 2010, sedang sibuk mengurus Muktamar III PKB yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur. Perempuan 36 tahun ini memang jadi sentral perhatian massa PKB. Bahkan Yenny juga berpidato di mimbar.
Diapit sebelas kiai berpengaruh di Jawa Timur dan beberapa tokoh ulama lainnya, Yenny yang berkerudung hijau membuka Muktamar di Gedung Olahraga Kertajaya, Surabaya. Acara ini digabung dengan upacara peringatan setahun wafatnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden RI yang ke-4.
Politisi PKB yang datang berasal dari berbagai daerah, mulai dari Sabang sampai Marauke. Mereka memenuhi gedung olahraga, berdoa bersama, dan mendengarkan pidato Yenny. Menurut Yenny, muktamar ini adalah amanah Gus Dur sebelum wafat.
Dari atas podium, Yenny menerangkan, bahwa Muktamar PKB itu adalah upaya untuk konsolidasi serta tertib periodisasi kepengurusan yang telah habis masa berlakunya pada tahun ini.
Keputusan untuk muktamar ini jga sudah diputuskan dalam rapat gabungan DPP PKB pada 12 November 2009 di kantor DPP PKB Kalibata, yang langsung dipimpin Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB, Abdurrahman Wahid. Keputusan tersebut kembali dikukuhkan dalam rapat DPP PKB 24 November 2009.
Muktamar PKB berlangsung lima tahun sekali. Setelah di Jakarta, muktamar kedua berlangsung di Semarang pada 2005, periode kepengurusannya berakhir pada 2010 ini.
***
PKB adalah salah satu partai yang lahir setelah era Orde Baru tumbang pada 1998. Didirikan di Jakarta pada 23 Juli 1998.
Deklaratornya para kiai Nahdlatul Ulama, antara lain Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, A. Mustofa Bisri, dan A. Muhith Muzadi. Itu sebabnya, partai politik ini berisi tokoh-tokoh nadhlatul ulama di Indonesia.
Bahkan ketika pendiriannya pun, partai ini mengajak politisi yang berbasis NU dari partai lain untuk ikut bergabung. Salah satu partai politik yang tokohnya tersedot ke PKB tak lain adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memang berbasis Islam.
Sosok Gus Dur yang waktu itu adalah Ketua Pengurus Besar NU, sangat mempengaruhi sepak terjang PKB. Apalagi di PKB dia menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro. Di posisi Ketua Umum adalah Matori Abdul Djalil yang mantan Sekretaris Jenderal PPP.
Setahun kemudian, partai ini sudah bertarung memperebutkan suara pada pemilu 1999. PKB cukup berpengaruh. Perolehan suaranya 13.339.982, PKB mampu mengalahkan PPP dengan jumlah suara 11.336.982. PKB berada di urutan ketiga setelah PDIP dan Golkar. Kejayaan PKB ini seperti mengulang kembali kesuksesan NU ketika masih berpolitik praktis. Pada Pemilu 1955, partai NU memperoleh 6.989.333 suara atau 91 kursi. Pada Pemilu 1971, Partai NU adalah satu-satunya partai yang mampu mengimbangi Golkar. NU memperoleh 10.213.650 suara (18,7%) atau 58 kursi. Belakangan NU menarik diri dari dunia politik yang kemudian tumbuh lagi di era reformasi ini.
Bahkan kali ini membuat gebrakan yang luar biasa. Sampai-sampai Gus Dur terpilih menjadi Presiden RI ke-empat. Inilah puncak prestasi PKB.
***
Sayang kesuksesan pengurus PKB tak mampu mempertahankan reputasi partainya. Selanjutnya perjalanan PKB diwarnai kekisruhan dan pengkhianatan di tubuh partai. Dimulai di era Matori Abdul Djalil yang akhirnya dipecat dari PKB pada 2001. Kemudian penggantinya, Alwi Shihab, juga melahirkan benih perpecahan.
Kisruh ini akhirnya berdampak pada Pemilu 2004. Kendati PKB masih di posisi tiga besar, namun perolehan suaranya menurun. Mendapat 12.002.885 suara atau 10,61 persen. Di DPR masih bertahan di 52 kursi.
Kemudian berlangsunglah Muktamar II di Semarang pada 19 April 2005. Secara aklamasi Muhaimin Iskandar dipilih menjadi Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB periode 2005-2010. Sebagai simbol dan ruh partai, Gus Dur masih ditempatkan di posisi Ketua Dewan Syuro.
Ternyata, kepemimpinan PKB di era Muhaimin ini membuat persoalan makin runyam. Muhaimin memulai langkahnya dengan memecat Gus Dur yang justru simbol dan pendiri partai. Lebih tragis lagi, Gus Dur bukan orang lain dalam keluarga Muhaimin. Gus Dur adalah pamannya, orang yang membesarkan Muhaimin melalui PKB ini.
Lalu, Muhaimin dengan kubunya menggelar Munas PKB di Ancol Jakarta Utara, awal April 2008. Gus Dur juga menggelar Munas PKB di Parung, Bogor, Jawa Barat. Sebagian politisi PKB mendirikan PKNU. Kisruh pun berlanjut hingga pada perebutan kantor PKB di Kalibata, Jakarta Selatan. Hingga kini, kantor ini ditempati oleh pengurus PKB Gus Dur.
Sengketa itu berlanjut ke pengadilan. Mahkamah Agung memutus, PKB yang dipimpin Muhaimin sebagai yang sah. Gus Dur kalah. Pada Pemilu 2009, KPU hanya mengakui PKB versi Muhaimin. Akibatnya, PKB terseok-seok di dalam pemilu. Hasilnya, partai terdepak dari tiga besar sebab kehilangan separuh suaranya. PKB mendapat suara 5.146.122 (4,94 persen).
Kendati demikian, untuk urusan personalnya, Muhaimin tetap menuai jabatan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi presiden untuk periode kedua mengangkat Muhaimin menjadi Menteri Tenaga Kerja.
Muhaimin pun seolah-olah berusaha menyelenggarakan islah PKB. Sesuatu yang menurut Muhammad AS Hikam --orang yang dekat dengan Gus Dur-- sangat naïf. Mantan menteri riset dan teknologi di era Gus Dur ini tak percaya pada ucapan Muhaimin. Kepada wartawan Hikam menyebut Muhaiminlah yang melakukan pengkhianatan dengan menjatuhkan Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syuro PKB.
Dia juga heran dengan langkah Muhaimin yang aktif berbuat seolah-olah berbuat mulia untuk Gus Dur, termasuk memberikan gelar Bapak Bangsa. Menurut dia lagi, ini menandakan keberadaan Cak Imin sudah tidak disukai warga nahdliyin. Nahdliyin adalah sebutan untuk massa NU.
Itulah sebabnya, Hikam menilai Muhaimin secara personal mengalami kesulitan mengurus PKB, sebab sudah ditinggalkan pengikutnya. Hikam menyindir, di tubuh PKB –versi Muhaimin-- kini banyak orang yang tidak kompeten. Tambahnya lagi, PKB sekarang dianggap tempat mencari posisi di kabinet.
***
Kini PKB terbelah menjadi dua. Dari sini lahirlah sebuah anekdot, bahwa ada dua PKB di Indonesia, yang satu resmi, satu lagi asli. Ada juga yang bilang, PKB laksana sebuah mobil yang STNKnya dipegang Muhaimin. Sedangkan Yenny lebih suka mengibaratkan PKB sebagai rumah yang kondisinya sudah mesti pada tahap renovasi. Yenny sudah berada di PKB sejak Gus Dur aktif di partai ini. Dia tahu betul seluk beluk dan dinamika yang terjadi di tubuh PKB.
Pada muktamar PKB Gus Dur yang berlangsung di Hotel Garden Palace, Surabaya, pada 26-27 Desember 2010 ini, Yenny terpilih menjadi Ketua Umum Tanfidz PKB. Selain itu, KH Ahmad Syahid asal Jawa Barat dipilih menjadi Ketua Dewan Syuro.
Kepada wartawan, Ahmad Syahid pun mendukung Yenny Wahid sebagai Ketua Umum. Bahkan di PKB ini, nama Gus Dur kembali muncul.
Kendati sudah wafat, Gus Dur dimuliakan sebagai Ketua Dewan Syuro Akbar PKB. Ini permintaan khusus dari para kiai PKB yang disetujui para muktamirin (peserta muktamar).
Kepada penulis, Yenny mengatakan sungguh menyadari kondisi partainya yang kini sedang compang-camping. Dia bertekad hendak memperbaiki kondisi partainya. Untuk tahap awal dia akan membentuk pengurus yang kuat dan tak menginginkan kehadiran sosok gila jabatan yang mementingkan kepentingan pribadi. Dia juga tak ingin PKB menjadi durhaka dan melupakan sejarah.
Dia akan mengembalikan ruh PKB sebagai partai reformis dan progresif. Sebuah partai yang tak lain adalah perwujudan sosok Gus Dur yang demokratis, pluralis, reformis, dan progresif. Dia menyadari, dia bukan sedang menjalankan pekerjaan gampang. Banyak hal yang harus ia tata, termasuk SDM.
Yenny juga tak menghiraukan reaksi Muhaimin yang menuding muktamar Surabaya itu tidak sah. Soal nama PKB yang kini berada di tangan Muhaimin, menurut Yenny, mereka berusaha mengambilnya kembali. Muhaimin pun sudah ambil ancang-ancang membikin nama partai baru yang nanti bisa ikut pemilu pada 2014.
Usai muktamar, Yenny terlihat menggendong putrinya ke mana pun dia pergi. Sang putri, Malica Aurora Madhura, tak pernah rewel tatkala Yenny melayani nadhliyin atau wartawan yang meminta wawancara. Dia beralih ke pangkuan ayahnya. Sesekali digendong pengasuhnya.
Foto: Tempo/Fatkhurrohman Taufiq
Nurlis Effendi. Foto: Getty Images.

Nurlis Effendi, mantan wartawan TEMPO. Dia juga mendirikan situs http://www.jakcity.com/